Tentang puasa di bulan Rajab.

Puasa di bulan Rajab. 

Pertanyaan:

Bagaimanakah hukum puasa dibulan rajab..???
Sebagaimana terdapat berbagai kontroversi tentang hukum melaksanakan puasa dibulan rajab, dengan berbagai pendapat dan dasar pengambilan hukum atau téndénsi.

Jawaban:


Sebelum membahas hukum puasa dibulan rajab, alangkah baiknya kita bahas dulu tentang bulan Rajab itu sendiri.

Bulan Rajab adalah bulan ke tujuh dari bulan hijriah (menurut penanggalan Arab dan Islam). Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah salat lima waktu diyakini terjadi pada 27 Rajab ini. 

Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan haram atau muharram yang artinya bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat bulan haram, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, yaitu bulan Rajab, bulan yang jatuh setelah bulan Jumadil akhir dan sebelum bulan Sya'ban.

Dinamakan bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan. Tentang bulan-bulan ini, Al-Qur’an menjelaskan : 

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (التوبة: 36)؟

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”


Didalam menafsiri ayat diatas Syaikh Ibnu Katsir menyampaikan sebuah hadis yang menyatakan bahwa asyhurul hurum adalah: Bulan Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
Hadis nya adalah:

قال الإمام أحمد: حدثنا إسماعيل، أخبرنا أيوب، أخبرنا محمد بن سيرين، عن أبي بَكْرَة، أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب في حجته، فقال: "ألا إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض، السنة اثنا عشر شهرًا، منها أربعة [حرم، ثلاثة] متواليات: ذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان".  تفسير ابن كثير 4/144

Hukum Puasa Rajab.

Ditulis oleh imam al-Syaukani, dalam Nailul Authar, bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhammad ibnu Manshur al-Sam'ani yang mengatakan bahwa tidak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus. 

Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat.

Baca: Problematika Haid.

Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab itu cukup menjadi hujjah atau landasan. Di samping itu, karena juga tidak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab, maka hukum puasa dibulan rajab tetap sunnah.


Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram (mulia)." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"

Menurut al-Syaukani dalam kitab Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.

Keutamaan berpuasa pada bulan haram (bulan yang mulia) juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah (Bulan yang utama) di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.

Disebutkan dalam Kitab Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu bulan dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.

Terkait hukum melaksanakan puasa dan ibadah pada bulan Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan “Memang benar tidak satupun ditemukan hadits shahih mengenai puasa Rajab, namun telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul saw menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).

Fadha’il (keutamaan) bulan Rajab. 


Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab : Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam memasuki bulan Rajab beliau berdo’a: “Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).

"Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."

Riwayat imam al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: 
“Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya."

"Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut".

Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad Saw bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."

Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.

Mengamalkan hadis dha’if tentang fadha’il al-a’mal. 


Ditegaskan oleh Imam As Suyuthi dalam kitab Al-Haawi lil Fataawi bahwa hadis-hadis tentang keutamaan dan kekhususan puasa Rajab tersebut terkategori dha'if (lemah atau kurang kuat).


Namun dalam tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana biasa diamalkan para ulama generasi salaf yang saleh telah bersepakat boleh mengamalkan hadis dha’if dalam konteks fada’il al-a’mal (amal- amal utama).

Syaikhul Islam al-Imam al-Hafidz al- ‘Iraqi dalam al-Tabshirah wa al- tadzkirah mengatakan : “Adapun hadis dha’if yang tidak maudhu’ (palsu), maka para ulama telah memperbolehkan mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya, apabila hadis itu tidak berkaitan dengan hukum dan akidah, akan tetapi hadits yang berkaitan dengan targhib (motivasi ibadah) dan tarhib (peringatan) seperti nasehat, kisah-kisah, fadha’il al-a’mal dan lain- lain.” al-a’mal dan lain- lain.”

Wallohu a'lam bisshowab.

Belum ada Komentar untuk "Tentang puasa di bulan Rajab. "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel